Sensible Cubicle
28.3.10
Surat Cinta (yang dahulu, sekarang dan selama-lamanya Amin)
9.11.09
Dua Tuan dan Satu Anjing
Lonte-Lonte
Long Live Capitalism
Nurtured by nature.. or tortured?
What’s your top three drugs of choice? Demikian pertanyaan saya kepada seorang teman yang bekerja sebagai fotografer di sebuah majalah lokal. Tiga kata yang terlontar darinya adalah marijuana, anti-depressants, dan cocaine. Pertanyaan yang semula bertujuan untuk sekedar iseng – iseng belaka, ternyata ditanggapi dengan serius dan membutuhkan waktu sekitar 180 detik untuk menjawabnya. Ketika ditanya lebih lanjut kenapa membutuhkan waktu yang lama untuk menjawab pertanyaan yang notabene konteksnya tidak jauh dari kehidupan sehari-harinya, ‘responden’ tersebut menjawab, “Abisnya top three sih, kalo disuruh milih satu sih gampang, udah pasti ganja.”
Marijuana yang memulai invasinya di tahun 1970-an itu sempat menjadi favorit utama bagi generasi orangtua kita. Magic grass yang konon disebut-sebut sebagai drug of choice-nya John Lennon, Bob Marley, dan sederet musisi lain yang namanya sudah tidak asing lagi di telinga itu dipopulerkan oleh flower generation (hippies) yang berkeliling Amerika untuk menyebarluaskan propaganda world peace-nya di tahun 1970-an. Sampai kini, meskipun world peace itu sendiri masih hanya angan-angan semata dan realisasinya sama susahnya dengan Pancasila, namun para hippie tersebut sukses membuat marijuana menjadi the number one drugs of all.
Dari era kejayaan cocaine di kalangan supermodel jaman Studio 54, LSD yang dipopulerkan Albert Hoffman, sampai anti-depressants yang ditemukan di kantong celana Winona Ryder sewaktu tertangkap shop lifting di Saks Fifth Avenue beberapa tahun lalu, semuanya mengindikasikan bahwa evolusi drugs semakin luas ragamnya. Jimi Hendrix terang-terangan mengatakan bahwa ia menyelipkan LSD di balik ikat kepalanya ketika konser. Nicole Richie yang sekarang dijadikan acuan
Apa hebatnya tumbuhan satu ini, yang legal di Belanda dan ilegal di
Otak kiri manusia diidentikkan dengan pemikiran rasional, sedangkan otak kanan identik dengan segi estetika dan emosional. Seorang pelukis mengatakan bahwa inspirasinya untuk melukis didapat ketika mengkonsumsi ganja. Namun ketika ditanya sejak kapan ia mulai mengkonsumsinya, ia membutuhkan waktu yang lama untuk menjawabnya. Lebih lama dari anak
Mulai dari satpam perumahan yang bisa disogok dengan selinting ganja untuk membukakan portal pada jam 5 pagi, seorang disc jockey yang mengakui bahwa setelah selesai perform di club terbiasa ‘nyimeng’, sampai artis muda ibukota yang mengatakan bahwa ia seringkali merasa tidak percaya diri untuk di-shoot sebelum mengkonsumsi marijuana; hampir semua orang dari segala strata sosial tidak terlepas dari pengaruh marijuana. Seorang graphic designer di Singapura mengatakan bahwa top drug of choice-nya adalah marijuana, selain ecstasy dan crystal. Padahal ia menyadari fakta bahwa di negara tempat ia menetap diberlakukan death penalty untuk marijuana user atau seller.
Ditinjau dari kacamata agama, marijuana itu dosa. Namun orang-orang beragama ternyata banyak juga yang tidak lepas dari ganja. Bagi orang-orang seni, kreativitas mereka datang dari marijuana. Dan negara kita butuh kreativitas rakyatnya untuk meningkatkan devisa negara, seperti Jepang yang penghasilannya dari komik manga empat kali lipat dari hasil export bajanya. Siapa tahu Aceh yang konon adalah produsen ganja terbesar di seluruh
Jadi, nurtured by nature.. or tortured by nature?
8.11.09
Salah Sendiri
6.9.09
27.4.09
17.2.09
Apanya Yang Lucu?
Surreality vs. Hyperreal
More Creature Than Human
18.7.08
About Me
- NR
- problematic in associating names with faces.