(Tulisan ini dibuat 11 bulan yang lalu, sewaktu amarah mengambil alih logika,
dan caci maki dibuat puisi. Selamat menikmati.)
Muak aku melihat perempuan-perempuan itu.
Kulit kecokelatan hasil berjemur berjam-jam,
rambut panjang hasil sambung-menyambung bernilai jutaan yang
diambil dari kepala perempuan lain yang sudah tidak bernafas,
lensa kontak berwarna-warni , bisa jadi mereka malu karena warna matanya
tidak sama dengan perempuan Uzbekistan di meja sebelah yang bayarannya
cuma satu juta lebih sedikit untuk tiga jam di atas tempat tidur.
Belum lagi badan digambar di tempat-tempat yang mengundang birahi,
cara berbicara dan berperilaku seperti anak kampung dari Bojongkenyot yang
tidak punya uang untuk sekolah dan tidak pernah belajar sopan santun,
dan modus operandi di diskotik dengan mendekati laki-laki berkulit putih
dan berhidung mancung untuk mendapatkan segelas vodka gratis.
Aku pakai lensa kontak agar dapat melihat lebih jelas.
Untuk mendeteksi perempuan-perempuan seperti mereka,
dan memberitahukan kepada laki-laki atau perempuan di dekapanku
agar tidak terbuai dengan binatang-binatang binal itu.
Aku tidak sudi menerima minuman gratis dari laki-laki manapun,
kalau dia sudah berani merengkuh pinggulku setelah enam puluh detik berkenalan.
Mungkin aku tidak pernah ambil sekolah kepribadian,
tapi aku tidak pernah melepaskan seantero penghuni kebun binatang dari bibirku.
Hati-hati ya Sayang?
No comments:
Post a Comment